Lost Reality

Second Third [Discontinued]
Please Subscribe to read the full chapter

Yubin sedang menungguku di dekat pintu masuk aula saat aku selesai berpamitan dengan ayah dan ibu yang langsung bergegas pulang mengendarai mobil setelah mengantar kepergianku. Ia melambai padaku di kejauhan dan aku langsung membalasnya girang. Kurasa itu yang sedang kualami. Meski belum bisa memastikan alasan yang membuatku begitu kegirangan, entah karena aku dan Yubin akan menghabiskan waktu untuk bersenang-senang sebelum seluruh kesibukan di kelas tingkat dua semakin bertambah, atau karena aku tahu ada kesepakatan antara aku dengan si dia, kesepakatan sinting yang hanya disahkan oleh orang sinting juga; aku dan Luhan.

Aku dan Yubin saling berpelukan setelah bertukar ‘Hai’ sambil berjalan masuk ke dalam aula. Sepuluh menit lagi jalannya kegiatan akan segera berlangsung, aku tak sabar menunggu hari ini akan cepat berlalu. Aku sendiri bertanya-tanya apakah aku sungguhan bisa merealisasikannya dengan Luhan. Aku sempat bertaruh dengan diriku sendiri kalau kesepakatan kami akan terwujud atau tidak, aku akan memilih tidak meski aku sangat menginginkan itu terjadi. Tapi aku tak bisa membiarkan perasaanku runtuh karena aku tahu ia akan selalu memilih Jia. Lalu apa aku bisa melewati kehidupan ini kalau kesepakatan kami tetap terjadi dan Luhan masih mempertahankan Jia?

Entah.

Aku mulai lelah tapi belum ingin menyerah. Luhan mungkin mencampakanku sebelumnya dan mungkin ia akan tetap melakukan itu, jelas sekali sebenarnya. Aku saja yang terlalu bodoh untuk melihat kenyataan. Karena rasanya, berharap pada Luhan mudah sekali untuk terkabul. Kecuali berharap ia bisa memilihku. Hanya diriku.

Dan ada sesuatu yang menohok di bagian perasaan yang lain saat aku teringat dengan keberadaan Taehyun. Sejak aku menyatakan rasa sukaku pada Luhan, aku seperti mengesampingkan Taehyun padahal dia yang telah bertahan lebih lama daripada Luhan. Meski aku terkesan mengesampingkan Taehyun, entah kenapa ia tetap saja bisa muncul dengan sendirinya. Aku tidak menyingkirkan Taehyun, hanya saja aku berpikir mungkin saat ini adalah momenku dengan Luhan, hanya kami berdua. Aku tak ingin ada orang lain yang merecoki kesempatan yang hanya datang sekali seumur hidup ini. Karena aku tak tahu apakah aku bisa melakukannya lagi dengan Luhan di kemudian hari. Jadi aku membiarkan diriku menikmati waktu bersama Luhan tanpa Taehyun, tanpa Jia.

Mrs. Ahn melenggang pergi satelah selesai menggeledah seluruh barang bawaan anak-anak perempuan. Hanya beberapa yang tertangkap membawa barang terlarang, atau sebenarnya hanya Namjoo yang melakukannya. Ia dijewer oleh Mrs. Ahn dan digiring ke belakang barisan bersama sebuah kotak di tangannya yang kutahu berisi rokok. Setelah diberi nasihat yang aku yakin tidak ia gubris sama sekali, Mrs. Ahn meninggalkan kerumunan untuk bergabung dengan Mr. Choi yang bertugas melucuti barang bawaan milik anak laki-laki, kotak milik Namjoo tak luput ia bawa dan menaruhnya di kardus besar di depan ruangan. Sementara itu di sisi lain kerumunan, Mr. Choi sedang menyemprot dua banjar anak laki-laki yang ketahuan membawa barang yang sama seperti Namjoo, bahkan lebih parah.

“Dia pikir aku bodoh? Tentu tidak.” Kudengar Namjoo dan gengnya sedang menghunjing Mrs. Ahn sambil terkikik lirih. “Selalu ada cadangan!” Ia mengeluarkan kotak yang tak jauh beda dengan yang disita oleh Mrs. Ahn dan menunjukannya pada yang lain secara diam-diam.

Tanpa kusadari, aku memandangi kerumunan kecil yang mereka bentuk dan Namjoo melihatku sedang memperhatikan mereka. Aku gelagapan saat ia dengan cepat menghampiriku yang sedang santai dengan Yubin.

“Sedang lihat apa kau?” Ia bertanya garang.

“Tidak sedang lihat apa-apa.” Jawabku santai. Ia mengamatiku sekilas dan memanyunkan bibir sok keren.

Namjoo bersender ke bahuku dan berbisik, “Rahasia, oke? Jangan mencoba untuk menjadi pahlawan kesiangan. Aku tak ingin membuat musuh.”

Aku hanya mengangkat bahu menanggapi ucapannya. Memangnya aku terlihat sedang mencoba untuk menjadi pahlawan kesiangan? Siapa juga yang peduli dengan apa yang ia bawa. Aku cukup sibuk memikirkan kemungkinan yang terjadi nanti antara aku dan Luhan, tak perlu menambah pikiran dengan tingkah Namjoo yang kekanak-kanakkan. Ia menepuk bahuku sekali sebelum menghilang.

Kuputar bola mata sebal, aku tahu dia sangat menyebalkan.

Aku sedang sendiri saat Luhan menghampiriku dan ini adalah kali pertama aku melihat wajahnya sejak kemarin. Ia tampak ceria dan secerah sinar matahari di luar aula. Ia mengenakan snapback berwarna hitam yang dibalik dan menenteng tas selempang di bahunya.

“Hai.”

“Hai.”

“Mana Yubin?” ia bertanya, mengedarkan pandangannya ke sekelilingku dan tidak menemukan Yubin.

“Sedang ke toilet. Dengan teman yang lain.” Jawabku mencoba tak secanggung mungkin. Semoga saja aku berhasil. Luhan mengangguk-angguk mengerti. Baru setelah itu kecanggungan mulai menyebar, aku kehabisan kata-kata karena aku sebenarnya tak ingin bicara dengannya. Tapi kenapa pula ia tetap berdiri di sana dan menikmati kecanggungan yang kutolak mentah-mentah ini? Aku berdoa dalam hati semoga Yubin segera kembali dan mencairkan suasana. Aku menoleh ke arah guru yang masih beroperasi, menyibukan diri. Sementara Luhan, yang kutangkap dari sudut mataku, ia berdiri sambil menelengkan kepalanya dan memainkan ponsel, mungkin sedang berkabar dengan Jia, begitu pikirku.

“Oi!”

Aku menoleh ke arah Yixing yang berlari kecil menghampiri kami. Ia menyodorkan air mineral padaku sambil memasang wajahnya yang kecut. Aku menautkan alis bertanya-tanya mengapa ia memasang tampang begitu.

“Kau baru bangun tidur?”

“Hah?”

“Kau terlihat mengerikan.” Yixing menuding rambutku yang kupikir sudah kurapikan. Ia meraih kepalaku dan menyisir rambutku dengan jari-jarinya. Aku melirik ke arah Luhan yang sedang memandangi kami, aku bertemu mata dengannya tapi kami hanya saling diam. Ia berhenti memainkan ponsel dan memasukannya ke dalam tas selempangnya.

“Trims.” Kataku saat Yixing mundur untuk mengamatiku lebih jauh. Ia mengelap mataku yang sembab dan berdecak lirih.

“Kau tidur jam berapa, sih? Kacau sekali? Kau merusak hari yang cerah ini, tahu.”

“Aku... aku tidur cukup, kok, bahkan lebih awal.” Aku menyunggingkan senyum agar terlihat lebih meyakinkan.

“Setelah ngobrol semalam, kau langsung tidur, kan?”

“Iya, hanya mengobrol sebentar dengan Yubin. Lalu tidur pulas.” Yixing menoyor kepalaku ringan. Luhan masih memperhatikan, kali ini agak memanyunkan bibir tidak yakin dengan kata-kataku. Ia harus percaya karena aku tidak ingin terlihat begitu memikirkannya, aku tidak ingin terlihat frustasi dengan hubungan kami sementara Luhan terlihat baik-baik saja. Tapi Yixing tahu kalau aku berbohong, karena aku memang berbohong.

Gila namanya kalau aku tidak memikirkan hubunganku dengan Luhan. Aku senang dengan datangnya hari ini, tapi seperti yang sebelumnya telah kukatakan kalau aku tidak bisa menyingkirkan Taehyun begitu saja. Butuh semalaman untuk mempertimbangkan bagaimana perasaanku akan berlanjut.

Yixing dan Yubin menjadi teman konsultasiku setelah aku menceritakan semua yang terjadi saat di perpustakaan, tentang apa saja yang dikatakan oleh Luhan dan bagaimana percakapan kami berlangsung. Mereka cukup terkejut dengan apa yang Luhan ucapkan karena mereka tak terpikir ia akan berucap demikian, memunculkan asumsi-asumsi jahat yang langsung kutepis. Dan aku membuat mereka berdua berjanji kalau mereka akan biasa saja menyikapi hubunganku dengan Luhan, meski Yubin sempat mengamuk karena perlakuan Luhan, tapi aku meyakinkan dia kalau aku akan baik-baik saja. Jadilah kami bertiga akan berakting dengan memasang wajah seolah tak terjadi apapun antara aku dan Luhan.

Habin juga membantuku menemukan jawaban dengan memutar lagu-lagu pelan saat aku menjajah kamarnya sampai pagi, membuat otakku bekerja sedikit lebih keras dan memutuskan untuk menikmati hari ini seperti seharusnya. Dan mengetahui kenyataan bahwa hari ini Taehyun membantu pertunjukkan band Habin dan teman-temannya membuatku tersenyum tipis. Setidaknya darah yang sama seperti yang mengalir di tubuhku sedang bersamanya kini.

“Hai! Kalian sudah datang.” Yubin muncul dengan beberapa teman yang lain, membuat Yixing mundur menjauh dariku , lalu Yubin tos dengan Yixing dan Luhan. Tak lama kemudian setelah kami mengobrol, Mr. Choi mengumpulkan kami semua dan melakukan doa bersama sebelum kegiatan dimulai.

Berlibur ke pulau Jeju di musim panas menjadi bumbu manis bagi para pelajar tingkat dua di sekolah kami. Itu telah menjadi kegiatan rutin tahunan dan tak bisa dilewatkan. Aku dan Yubin sudah menantikan kesempatan ini sejak lama, membayangkan semua yang bisa kami lakukan di sana, mengingat kami hanya mempunyai kemungkinan kecil untuk berkunjung ke Jeju, terlebih saat kami selalu sibuk dengan belajar dan belajar.

Kami sampai di bandara Incheon satu jam kemudian setelah menyelesaikan segala persiapan. Aku sedang mencari tempat dudukku di dalam pesawat saat Luhan menyeret tanganku untuk mengikutinya, aku tersandung karena Luhan membuatku kaget dan sempat menabrak Dasom, teman sekelas kami, aku berucap maaf lirih padanya, ia hanya tersenyum canggung dan membiarkanku lewat.

“Tempat dudukmu di sini.” Luhan melepaskan cengkramannya dan aku mulai memandanginya bingung karena ia duduk di samping kursiku yang seharusnya milik Yubin.

“Setauku seharusnya Yubin yang duduk di sampingku.” Aku mencari Yubin yang kali ini sedang duduk di sebelah Luhan, yang seharusnya tempat duduk Luhan.

“Tidak lagi. Ya kan, Yubin?” Luhan mengkonfirmasi Yubin, ia hanya mengangguk pasrah sambil memandangiku penuh arti. Aku mengeluh dalam hati karena aku sudah bersusah payah bersekongkol dengan Mr. Jung untuk membuat tempat dudukku dengan Yubin bersebelahan tapi justru terbuang sia-sia. Ini baru awal kegiatan tapi kecanggungan sudah menyebar kemana-mana. Akhirnya aku menurut duduk di samping Luhan dan mengerahkan segala usahaku untuk terlihat tidak canggung. Aku senang karena ia yang berkeinginan duduk bersampingan denganku, tapi aku tidak senang kalau kami jadi canggung.

Kubuka ponselku cepat-cepat, mencari tahu keadaan yang sedang terjadi. Benar saja apa yang kuduga, Luhan sendiri yang meminta bertukar tempat duduk dengan Yubin. Ia mengirimiku pesan untuk memberitahuku hal itu tapi aku baru membukanya. Aku menggigit bibir pasrah.

Kudengar Yubin dan Yixing sedang cekikikan di sisi lain, aku menoleh pada mereka dan mendapati Luhan sedang memandang ke arahku. Kuurungkan niatku untuk menoleh lebih lama dan Luhan pasti tahu aku bersikap agak pendiam kali ini.

Aku membatin, kami harus mengobrol tentang sesuatu, tentang apapun agar tidak canggung lagi, tapi apa yang harus dibicarakan? Aku tidak tahu harus membicarakan apa sementara yang ingin aku tanyakan adalah apakah dia siap dengan kesepakatan kami, karena aku tidak siap sama sekali. Mendadak nyaliku jadi ciut membayangkan aku berciuman dengan Luhan, tapi aku juga tak sabar untuk mengalaminya juga. Aku terdengar brengsek sekali.

Luhan menyenggol lenganku, membuatku terlonjak selagi menoleh padanya. Ia mencondongkan tubuh padaku dan berbicara lirih, “Kau yakin akan melakukan kesepakatan kita?”

Aku menguasai diri, “Tentu saja. Kenapa? Kau mau mundur?”

“Tidak. Tidak tahu.” Ia tertawa, membuatku bingung. “Tiba-tiba saja aku merasa bahagia kalau bersamamu.”

Kini giliran aku yang tertawa.

“Bukan. Sebenarnya aku tahu kalau aku merasa bahagia kalau bersamamu, tapi kali ini rasa bahagianya berbeda, tidak seperti biasanya.” Ia berhenti, memandangi tanganku yang kurebahkan di atas paha. “Aku menyadarinya setelah percakapan kemarin berakhir.” Raut wajahnya berubah sedih saat ia selesai mengucapkannya.

Aku tak bisa berkata-kata untuk menanggapinya. Ia menaikkan pandangannya ke wajahku dan kami bertatapan cukup lama. Kali ini tidak ada kecanggungan, yang ada hanya perasaan hangat yang tersalur melalui tatapan kami. Aku menelusuri wajahnya yang rupawan, mengagumi matanya yang berbinar dan bibirnya yang penuh.

Setelah memeriksa sabuk pengaman dan mematikan alat elektronik, kami akhirnya berangkat dan memerlukan waktu penerbangan 1 jam 5 menit untuk sampai di bandara Internasional Jeju. Kebanyakan dari teman kami menghabiskan waktu untuk tidur, Yubin dan Yixing melakukan hal yang sama, sementara aku dan Luhan masih sibuk mencuri

Please Subscribe to read the full chapter
Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!
marumero
After more than a year, new chapter is up! Please check it out :)

Comments

You must be logged in to comment
shima3588 #1
Chapter 6: maaf kak baru komen padahal udah baca dari part awal :((
next kak ceritanya keren ^^
aku sampe baper banget sama luhan xD
AinunJariyaaah #2
Chapter 5: Udh nyium bau2 konflik deh kkkkk
Luhan ih kok imut banget sih!?!?! Tapi mesum juga sialan,tapi sukaaaa ;A;
Haru sm jia ada hubungan apa dimasa lalu? Dan nanti gimana hubungan kedepannya luhanxharu? Mereka bakal jadi ciuman kah? im curious tbh wkwk anyway happy new year ka! Lol telat udh lama lewat haha
Keep writing jangan sampe wb menyerang mu kaa ditunggu chapter selanjutnyaaa :))))
Fighting author-nim!
AinunJariyaaah #3
Chapter 4: Ditunggu kelanjutan ceritanya kaaaa ><
AinunJariyaaah #4
Chapter 3: Bakalan terjebak cinta segitiga kah? wkwk lol
AinunJariyaaah #5
Chapter 2: Luhan ert asdfghjkl ><
AinunJariyaaah #6
Chapter 1: Ijin baca ya kak :)))
choco_honey #7
Chapter 4: aaahhh.....koq kya pendek ya chapter nya, apa karena saya terlalu menikmati?? hahaaa
unni_fanna #8
kak..cepetan dilanjutnya hehehe... gue yakin bakal keren
jijipark16 #9
Chapter 2: Chap 2 udah mulai kerasa deg degan
jijipark16 #10
Chapter 1: aku fans nya author marumero. Semangar thor. chap 1 masih manis2 dan belum ada yg menegangkan. Jangan lama2 diupdate ya