New Story

Second Third [Discontinued]
Please Subscribe to read the full chapter

Hampir semua hal yang bersangkutan dengan Luhan, pasti aku hindari. Tapi rasanya aku mati kutu total karena tak bisa mengabaikannya juga. Jelas-jelas kami sekelas, dan yang paling parah lagi, kami sering main bersama. Bagaimana bisa aku menghindarinya sementara ia terus berkeliaran di sekitarku tanpa ampun? Akan terjadi kecanggungan kalau tiba-tiba aku menghindar hanya karena terlalu gugup untuk selalu bertemu dengannya.

Tapi demi pertemanan kami yang harus kujaga, aku menekan perasaanku sedatar dan sedalam mungkin, menyingkirkan segala perasaan yang ada.

“Kau sudah belanja keperluan untuk tur?” Yubin mengajakku mengobrol saat kami berkemas merapikan buku ke dalam tas setelah bel pulang sekolah berdering.

Aku menoleh, “Belum. Apa saja yang diperlukan?” Aku hampir lupa ada tur kelas akhir pekan ini, musim semi segera berakhir pertanda kesibukkan masing-masing kelas mempersiapkan tamasya awal tahun pelajaran yang biasa diselenggarakan sekolah. Hanya untuk tingkat kelas dua, yang artinya hanya terjadi sekali selama SMA.

“Ayo kita belanja bersama. Malam ini bagaimana?” Mata Yubin berbinar-binar bahagia, berharap aku menuruti apa yang ia mau.

Aku menimbang-nimbang, menggodanya sedikit. “Boleh juga. Kau mau beli apa memangnya?”

Yubin bersorak dan bertepuk tangan heboh. “Banyak yang kita perlukan, Haru.” Ia mencondongkan tubuhnya padaku dan berbisik, “Kita kan perempuan…” Aku hanya mengangguk menurut.

Alisku bertautan mengingat bisikannya, menangkap sinyal yang dikirim lewat kedipan mata nakalnya siang tadi. Setelah setuju untuk pergi ke mal terdekat, aku dan Yubin berkeliling di lantai dua di mana perlengkapan sandang tersedia. Bibirku manyun saat melihat Yubin berlari ke area pakaian dalam dan memilih beberapa bikini sambil menunjukkannya padaku. Jadi ini maksud kedipan nakalnya tadi.

Aku melipat tangan sambil menggigit-gigit bibir, “Apa perlu kita beli bikini baru?”

Yubin berbalik menatapku tak percaya. “Tentu saja! Aku harus membuat Jongdae menyesal telah mencampakkanku!” Katanya bersemangat mengepalkan tangan dan meninju udara. Aku tertawa melihat ekspresinya yang penuh dendam.

Aku berkeliling memilih bikini dengan warna gelap, berhubung aku tidak terlalu suka dengan warna-warna terang, jadi kupilih antara warna hitam dan abu-abu. Kulirik Yubin yang menenteng bikini bermotif garis-garis warna hijau dan merah seperti warna semangka. “Jangan berlebihan, pakai warna yang agak kalem saja. Jangan mencolok begitu.”

Yubin mengabaikanku, kukuh dengan pilihannya. Lalu ia membawakan satu pasang bikini yang warnanya tak kalah mencolok dengan dasar warna pink menyala bermotif polkadot warna putih. “Kau harus mencoba yang ini juga. Kurasa cocok untukmu.” Ia menempelkannya ke bagian depan tubuhku.

Langsung saja kusingkirkan bikini itu dari hadapanku. “Gila! Aku tidak mau, aku pilih yang ini saja.” Bikini berwarna abu-abu tua berhasil memenangkan pilihanku.

Yubin berbalik mengangkat bahu, “Terserahlah. Siapa tahu Luhan bisa semakin khilaf padamu.”

“Jangan meracau!” Desisku. “Kurasa Jongdae benar-benar telah membuatmu gila!”

Ia menjulurkan lidah mengolok dan kami segera ke kasir untuk membayar bikini yang telah kami pilih sebelum melanjutkan belanja makanan dan sepatu baru.

Sejak Yubin tahu dan berultimatum ada perasaan berbeda di hatiku terhadap Luhan, ia jadi rajin mengolok dan menyangkut-pautkan semua hal dengan Luhan. Ha! Yang benar saja… Luhan semakin khilaf padaku, tak akan kubiarkan itu terjadi. Aku harus menjaga diri dan tak boleh gegabah. Dasar Yubin sinting.

-

“Kyungsoo!”

Kyungsoo yang sedang berjalan menaiki tangga berhenti saat kupanggil. Ia berbalik dan meresponku. “Hei, Haru. Ada perlu apa?”

Kusodorkan selembar kertas yang ia berikan padaku beberapa waktu lalu sambil tersenyum. “Ini… aku hanya ingin mengembalikan formulirnya padamu. Sudah ku isi sesuai yang kau inginkan.”

Ia menerimanya lalu sekilas menyapu matanya ke atas kertas dan berhenti di baris tujuan tim yang kuambil. “Jadi kau setuju bergabung dengan tim penulis?” Ia mendongak dan aku mengangkat bahu mengiyakan. “Yes! Terima kasih, Haru. Aku sangat senang kau bisa bergabung dengan kami. Minggu depan akan ada pengumuman siapa saja yang bergabung dengan tim majalah sekolah, aku yakin kau pasti akan lolos!”

Aku tersenyum ikut senang, Kyungsoo menepuk bahuku sebagai tanda terima kasih. “Ku harap begitu…”

Lalu bel berdering di sepanjang lorong sekolah, ia beranjak dan kami berpisah. “Sampai nanti, Haru.” Kulambaikan tanganku padanya berbelok ke arah sebaliknya.

Aku sudah mempertimbangkan tawaran Kyungsoo matang-matang. Tahun lalu aku sempat menjadi anggota tim majalah sekolah selama sebulan saja, tapi aku enggan melanjutkannya lagi karena kolom yang menjadi favoritku menulis telah ditiadakan. Saat Kyungsoo menyebutkan tentang kolom review film aku langsung tertarik dan berminat untuk kembali bergabung.

Dan karena sebenarnya, itu bukan satu-satunya alasan mengapa aku memutuskan untuk ikut bergabung dengan tim majalah sekolah. Aku memerlukan sesuatu untuk dijadikan kesibukan, agar waktuku terisi. Agar aku tidak menghabiskan waktu yang tak diperlukan dengan Luhan atau siapapun. Ya benar, aku mencoba melarikan diri dari kenyataan.

Yixing berjalan di depanku, sedang mengungguku untuk segera bergabung dengannya. “Ada urusan apa kalian berdua? Baru saja menyatakan cinta?”

Kusenggol sikunya lirih. “Asal saja bicara! Tidak… urusan tim majalah sekolah.”

“Kau bergabung lagi dengan tim majalah?” Yixing tampak terkejut.

“Bukan bergabung lagi, tapi bergabung ulang.”

Ia menautkan alis bingung, “Apa bedanya? Kan sama saja.”

Kami berjalan bersama menuju ke kelas, melewati kelas-kelas yang belum tenang karena para guru masih belum datang. “Tentu saja beda. Kan aku mendaftar ulang, jadi aku bergabung ulang. Bukan bergabung lagi dengan mereka.”

Yixing memanyunkan bibir masih kebingungan. “Terserahlah. Masa bodoh dengan itu.”

Aku mengangkat bahu tidak peduli. “Kau tidak bergabung lagi dengan tim basket?” Aku menyadari sejak pertama kali masuk sekolah tahun ini Yixing tidak pernah latihan basket lagi.

“Tak tahu. Aku sedang mempertimbangkan untuk bergabung ulang dengan mereka.” Katanya penuh tekanan. “Bukan bergabung lagi karena aku kan sudah keluar satu semester yang lalu. Jadi aku harus mendaftar ulang kalau mau ikut tim basket.” Ia meniru perkataanku dan membuatku sebal.

“Terserah!” semburku. Lalu aku berjalan cepat masuk ke dalam kelas, kudengar Yixing tertawa karena membalikkan ucapanku yang membingungkan itu.

“Haru, tunggu!” Ia masih cekikikan tapi aku mengabaikannya.

Sesampainya di tempat duduk, aku hanya tersenyum sekilas pada Luhan dan aku hanya bisa terdiam duduk di samping Yubin. Aku memandang kosong guru di depan kelas, pelajaran yang sedang dibahas tidak masuk ke kepalaku sama sekali. Keberadaan Luhan memang sangat menggangguku dan aku tidak tahu harus bersikap bagaimana. Sedatar dan sebiasa mungkin sikapku padanya, tak pernah luput membuatku salah tingkah. Mungkin aku berharap terlalu banyak sehingga aku tak bisa mengontrol perasaanku sendiri. Tapi semakin diriku menahan perasaan itu, rasanya semakin terjebak.

“Hei.” Sebuah suara menyeruak dari belakangku, menghadirkan sosok yang sangat tidak kuinginkan kehadirannya, setidaknya untuk saat ini.

“Hei.” Aku membalas Luhan dan tersenyum tipis. Ia terlihat gembira dan wajahnya bersinar karena terpantul sinar matahari yang menembus melalui ranting pohon di atas kami di bangku taman sekolah.

“Sibuk sekali kelihatannya.” Ia menuding buku yang sedang kubaca, atau lebih tepatnya majalah sekolah edisi tahun lalu yang sempat kutulis beberapa kali terbitan.

“Tidak juga. Kenapa? Kangen?” Aku menutup majalah dan mulai fokus dengan pembicaraan yang mungkin Luhan angkat. Aku tidak bermaksud mengatakan ‘kangen’ sebetulnya, tapi entah karena apa tiba-tiba aku mengucapkannya. Rasanya aneh karena aku mengucapkannya dengan perasaan, berbeda saat perasaanku masih biasa saja pada Luhan dan mengucapkannya hanya karena basa-basi. Aku harus bersikap biasa saja, karena Luhan juga bersikap demikian.

“Tentu saja… siapa yang tidak kangen dengan sobat mesumku ini.”

‘Tahan diri, Haru. Tahan diri… kau tahu ia begitu hanya karena menanggapi pertanyaanmu sebagai seorang teman. Jangan terbawa sampai ke perasaan.’ Aku mengingatkan diriku sendiri.

“Dasar!” tukasku.

Ia mencondongkan tubuhnya ke arahku dan berbicara dengan volume suara yang lebih kecil. “Aku ingin konsultasi sebenarnya.”

Sudah kuduga, ia pasti akan membicarakan tentang ini. Bagaimana lagi, aku harus menanggapinya dan tak boleh mengelak kalau tidak ingin ketahuan. “Masih belum beres?”

“Sudah. Tapi… ya begitulah.” Sedikit kesedihan tergambar di wajahnya saat ia menjawabku.

“Begitulah bagaimana? Kurang puas? Astaga, Luhan…”

“Mungkin.” Ia melipat tangannya di dada dan bersandar ke tempat duduk. “Semalam aku mengajarinya lebih jauh, dan yang paling menakjubkan ia tak keberatan sama sekali saat ku sentuh di …” tangan Luhan bergerak-gerak memberi isyarat di mana ia menyentuh Jia. Aku harus menahan diri agar terlihat biasa saja, “kami tidak hanya berciuman, tapi juga tak lebih dari itu. Ia mulai meresponku dan sepertinya…” Oke, pembicaraan ini sepertinya sangat salah, karena kurasa aku tak bisa menahannya lagi. Kepalaku rasanya mendidih mendengarkan cerita Luhan yang otomatis langsung kubayangkan di dalam imajinasiku. Bagaimana Luhan menggerakkan bibirnya di bibir Jia, bagaimana ia menyentuh Jia di bagian-bagian yang sensitif. Dan parahnya lagi, Jia merespon Luhan tepat seperti yang Luhan inginkan, dan itu membuatku sebal. Kenapa Jia harus merespon Luhan semalam, biasanya kan dia tak pernah merespon Luhan dan selalu menolak apa yang− “Haru! Kau melamun ya.”

Aku terlonjak saat Luhan membentakku dan menyadarkanku dari lamunan meresahkan. Aku gelagapan dan menyisir rambutku yang panjang dengan canggung. “Hah? Ya? Kenapa? Ada apa? Oh! Maaf…”

Luhan menaikkan alisnya bingung. “Memikirkan apa, sih? Sampai melamun begitu.”

Aku menggaruk kepalaku yang tidak gatal sama sekali dan tersenyum kaku. “Bu-bukan ap

Please Subscribe to read the full chapter
Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!
marumero
After more than a year, new chapter is up! Please check it out :)

Comments

You must be logged in to comment
shima3588 #1
Chapter 6: maaf kak baru komen padahal udah baca dari part awal :((
next kak ceritanya keren ^^
aku sampe baper banget sama luhan xD
AinunJariyaaah #2
Chapter 5: Udh nyium bau2 konflik deh kkkkk
Luhan ih kok imut banget sih!?!?! Tapi mesum juga sialan,tapi sukaaaa ;A;
Haru sm jia ada hubungan apa dimasa lalu? Dan nanti gimana hubungan kedepannya luhanxharu? Mereka bakal jadi ciuman kah? im curious tbh wkwk anyway happy new year ka! Lol telat udh lama lewat haha
Keep writing jangan sampe wb menyerang mu kaa ditunggu chapter selanjutnyaaa :))))
Fighting author-nim!
AinunJariyaaah #3
Chapter 4: Ditunggu kelanjutan ceritanya kaaaa ><
AinunJariyaaah #4
Chapter 3: Bakalan terjebak cinta segitiga kah? wkwk lol
AinunJariyaaah #5
Chapter 2: Luhan ert asdfghjkl ><
AinunJariyaaah #6
Chapter 1: Ijin baca ya kak :)))
choco_honey #7
Chapter 4: aaahhh.....koq kya pendek ya chapter nya, apa karena saya terlalu menikmati?? hahaaa
unni_fanna #8
kak..cepetan dilanjutnya hehehe... gue yakin bakal keren
jijipark16 #9
Chapter 2: Chap 2 udah mulai kerasa deg degan
jijipark16 #10
Chapter 1: aku fans nya author marumero. Semangar thor. chap 1 masih manis2 dan belum ada yg menegangkan. Jangan lama2 diupdate ya