Accident

Second Third [Discontinued]
Please Subscribe to read the full chapter

Tiga kali dalam seminggu ini aku bertemu dengan Taehyun di dalam rumah di kamar Habin, di depan pintu gerbang saat aku akan pergi dengan Yubin dan bertubrukan dengannya di tangga saat akan ke kamar. Rasanya agak aneh bertemu dengan Taehyun berkali-kali tetapi di daerah yang notabenenya bisa dibilang daerah kekuasaanku. Karena ia mulai sering berkeliaran di rumahku tentu saja. Tapi walau begitu, Taehyun hanya memasang raut wajah tenang dan kelihatan menikmati ketidaknyamanan ini, jauh berbeda dengan diriku yang merasa sangat tidak nyaman karena melihat Taehyun secara langsung bukanlah ide yang baik. Aku takut kehadirannya membuatku sakit parah, karena jantungku rasanya tak kuat menahan debaran kalau-kalau Taehyun menyerangku dengan senyuman menawannya.

Sesekali aku mengintip ke kamar Habin saat tak ada Taehyun di sana. Bertanya-tanya apa sebenarnya yang sedang mereka berdua kerjakan.

“Kalian berdua sebenarnya ada apa, sih? Kok jadi akrab begitu?” tanyaku sambil membopong keripik kentang ukuran besar, memasukkannya ke mulutku satu per satu. Aku tidak ingin terlihat ingin tahu di depan Habin walaupun kelihatan sekali itu bohong.

“Ingin tahu saja.” Jawab Habin cuek, menghancurkan niatku. Ia tetap menatap laptopnya dan mengklik-klik mousenya dengan cepat. Aku terus mengunyah keripikku dan menghambur ke tempat tidurnya. “Lagipula kami sudah akrab sejak dulu, kan.”

Aku memanyunkan bibir. “Iya, sih. Tapi kan sudah lama juga tidak begitu akrab.”

“Ah, hanya perasaan noona saja. Yang pacaran dan putus dengan Tae hyung kan noona, bukan aku, makanya merasa sudah tak begitu akrab. Kalau aku dari dulu sampai sekarang masih akrab-akrab saja dengan dia.” Sindirnya. Tidak begitu yakin apakah itu sindiran atau dia hanya sekadar mengingatkanku saja. Tapi yang jelas aku ingin sekali menjitak kepalanya sekarang juga.

Ya kira-kira begitu, Habin sudah mengenal Taehyun sejak ia berpacaran denganku dan sering main ke rumah. Habin dan Taehyun memiliki beberapa kesamaan. Mengompos lagu, bermain alat musik, menyanyi dan kalau tidak salah beberapa kali aku mengetahui Habin sering jadi tamu undangan untuk mengisi acara di sekolahnya.

“Kenapa?” Habin melempar pandangan curiganya, membuyarkan lamunanku. Ia memandangiku penuh selidik dan berpaling ke laptopnya lagi dengan seringaian jahil. “Butuh mata-mata?” ia meledek.

“Enak saja. Tidak lah. Untuk apa memangnya, tidak penting.” Ucapku sengit dan penuh kebohongan, tentu saja aku ingin tahu apa-apa saja yang dilakukan oleh Taehyun, tapi tidak dengan cara seperti ini. Menggunakan Habin sebagai mata-mata? Ah yang benar saja. Konyol.

“Bisa jadi noona butuh. Tae hyung kan sangat populer di sekolah, pasti banyak perempuan yang mengantre  ingin dijadikan pacar. Siapa tahu noona perlu tahu siapa saja yang harus disingkirkan dari antrean.” Habin semakin meledekku dan aku memajukkan bibir sebal. Apa-apaan Habin ini.

“Ya biarkan saja. Memangnya kenapa kalau dia dikejar banyak perempuan dan punya banyak pacar? Suka-suka Taehyun saja mau bagaimana. Tak ada hubungannya denganku.” Timpalku kalem agak ketus.

“Sekilas info saja kok… jangan galak-galak.” Ia memandangiku lagi, kali ini sambil tertawa dan mulutku yang sedang mengunyah berhenti di udara memandanginya sebal, tahu aku sedang dipermainkan. Aku beranjak berdiri dan menjejalkan beberapa keripik kentang ke mulutnya.

“Sudahlah jangan dibahas lagi.” Habin menutupi mulutnya yang penuh dengan keripik. “Peduli setan dengan mereka. Tak ada hubungannya denganku.” Aku pergi meninggalkannya yang sedang terbatuk-batuk karena teralu banyak keripik yang dijejalkan ke mulutnya.

“Noona!” ia meraung, lalu pintu kamarnya ku tutup menimbulkan bunyi debam keras dan segera kabur sebelum ia membalas dendam.

“Berisik tahu!” Teriakku di depan pintu berlari ke kamarku.

Kudengar ibu bertanya dan melongok dari tangga di bawah, “Haru… sedang apa kalian. Jangan bertengkar dengan Habin.” Ibu memperingati.

Aku melongok ke lantai bawah, “Tidak ada apa-apa, Bu. Biasa lah Habin usil.” Kataku meyakinkan. “Sudah berhenti, kok.” Aku menambahkan, tidak ingin ibu mengomel lebih panjang. Dengan begitu suara ibu pun tak terdengar lagi dari lantai bawah. Menandakan keadaan aman terkendali.

Aku pergi ke kamar. Berhenti makan keripik kentang dan meletakannya di atas meja saat Yubin mengirimiku pesan memberitahuku tugas yang harus kubawa besok atau aku akan mendapat hukuman lagi.

-

Sudah seminggu aku menjalani hidup yang cukup damai terbebas dari hukuman-hukuman terlambat sekolah ataupun tidak mengerjakan PR. Seminggu terakhir ini di sekolah baik-baik saja. Yixing terlihat cukup stabil, yang artinya orang tuanya tidak bertengkar lagi. Untuk sementara waktu.

Luhan masih saja tetap bermasalah dengan Jia, padahal ia sudah dijatah dua kali, setahuku begitu. Yubin.. kurasa hanya Yubin yang memiliki hidup paling normal saat ini. Ia tak perlu bertemu mantan pacar di rumah ataupun memberi nasihat pada Luhan agar berhenti berpikiran mesum. Dan juga ia tak memiliki kewajiban menenangkan teman ketika sedang ada masalah lalu pergi ke kelab untuk menghilangkan masalah itu sesaat. Meski begitu, Yubin hanya sebatas mengetahuinya saja. Aku pun tak ingin membuatnya terjerumus hal-hal yang tidak baik di antara kami. Luhan dan Yixing juga berpikiran sama. Jadilah Yubin yang paling normal di antara kami.

Luhan sedang dikerubungi teman-teman perempuan di kelas suatu siang, ia terlihat sedang membicarakan sesuatu saat tiba-tiba Bomi merapikan poninya yang berantakan. Luhan hanya melipat tangan santai duduk di atas meja. Namjoo yang duduk di sampingnya menyandarkan kepalanya di bahu Luhan. Ia kelihatan sangat menikmati suasana itu dan aku tak perlu repot-repot melihatnya karena memang begitulah Luhan. Ia lebih suka berteman dengan perempuan daripada laki-laki. Bisa dihitung dengan jari siapa saja laki-laki yang dekat dengan Luhan, tapi kalau teman perempuan, seluruh jumlah jari Luhan saja masih kurang.

“Ke taman, yuk.” Yubin membuyarkan lamunanku dan aku mengangguk menyetujui. Kami melenggang melewati Luhan dan gerombolannya tanpa melihat Luhan sedikitpun.

Aku dan Yubin duduk berhadap-hadapan di tempat duduk di taman tengah di bawah pohon rimbun, tidak jauh dari kelas kami. Aku menghadap ke lapangan karena Luhan terlihat jelas dari pintu kelas yang terbuka di belakangku. Entah kenapa aku tak suka dengan pemandangan yang sedang berlangsung pada Luhan. Jadi aku menghindarinya.

Yubin mengeluarkan peppero dari sakunya saat Yixing ikut bergabung dan duduk di sebelah Yubin. “Hei,” sapanya, napasnya terbata-bata dan keringat mengucur deras dari dahinya. Ia pasti baru bermain basket.

“Argh, minggir, Yixing. Kau bau sekali.” Yubin memprotes, menutupi hidungnya merasa terganggu. Yang bersangkutan hanya nyengir lebar dan meneguk minumannya cepat-cepat tanpa memedulikan Yubin yang terus merengek.

Kuambil peppero yang Yubin suguhkan, bersedekap memandangi burung yang terbang ke satu pohon ke pohon lainnya terhempas angin musim semi. Mengabaikan Yubin dan Yixing yang masih adu mulut. Mereka ini hobi sekali bertengkar, apapun bisa dijadikan bahan pertengkaran untuk mereka berdua. Sampai hal paling sepele di dunia sekalipun. Aku mengambil peppero lagi, membiarkannya tergantung di mulut, tiba-tiba aku merasa muram tanpa alasan. Kenapa, ya?

Aku terlonjak saat seseorang tiba-tiba merangkulku dari belakang dan langsung duduk di sampingku. Ternyata Luhan. Ia nyengir lebar melihat Yubin dan Yixing sedang asyik berdebat. Aku menoleh padanya dan ia menoleh padaku yang masih mengunyah peppero yang tinggal setengah panjangnya. Ia memandangi peppero yang ada di mulutku, membuatku mengangkat alis bingung.

Satu detik berikutnya, semuanya terasa terjadi dengan sangat cepat. Aku tidak ingat bagaimana Luhan memajukkan wajahnya mendekatiku dengan terus memandangi peppero yang menggantung itu, karena tiba-tiba saja ada sentuhan dingin menempel di bibirku yang diikuti dengan mataku membelalak lebar seolah meronta ingin lompat dari rongganya dengan wajah buram Luhan yang mundur menjauh dari wajahku.

Tik. Tok. Tik. Tok.

Tiba-tiba saja rasanya ak

Please Subscribe to read the full chapter
Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!
marumero
After more than a year, new chapter is up! Please check it out :)

Comments

You must be logged in to comment
shima3588 #1
Chapter 6: maaf kak baru komen padahal udah baca dari part awal :((
next kak ceritanya keren ^^
aku sampe baper banget sama luhan xD
AinunJariyaaah #2
Chapter 5: Udh nyium bau2 konflik deh kkkkk
Luhan ih kok imut banget sih!?!?! Tapi mesum juga sialan,tapi sukaaaa ;A;
Haru sm jia ada hubungan apa dimasa lalu? Dan nanti gimana hubungan kedepannya luhanxharu? Mereka bakal jadi ciuman kah? im curious tbh wkwk anyway happy new year ka! Lol telat udh lama lewat haha
Keep writing jangan sampe wb menyerang mu kaa ditunggu chapter selanjutnyaaa :))))
Fighting author-nim!
AinunJariyaaah #3
Chapter 4: Ditunggu kelanjutan ceritanya kaaaa ><
AinunJariyaaah #4
Chapter 3: Bakalan terjebak cinta segitiga kah? wkwk lol
AinunJariyaaah #5
Chapter 2: Luhan ert asdfghjkl ><
AinunJariyaaah #6
Chapter 1: Ijin baca ya kak :)))
choco_honey #7
Chapter 4: aaahhh.....koq kya pendek ya chapter nya, apa karena saya terlalu menikmati?? hahaaa
unni_fanna #8
kak..cepetan dilanjutnya hehehe... gue yakin bakal keren
jijipark16 #9
Chapter 2: Chap 2 udah mulai kerasa deg degan
jijipark16 #10
Chapter 1: aku fans nya author marumero. Semangar thor. chap 1 masih manis2 dan belum ada yg menegangkan. Jangan lama2 diupdate ya